Jumat, Desember 12, 2008

PENDEKATAN KONSELING RATIONAL EMOTIF BAGI SISWA YANG MENJADI KORBAN BULLYING

A. Latar Belakang Masalah
Maraknya kasus-kasus kekerasan ayang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan kita sebagai pendidik juga sebagai orang tua. Sekolah yang seharus nya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuh suburnya praktek-praktek bullying, sehingga memberikan ketakutan bagi anak untuk memasukinya. Sebut saja kasus terakhir yang masih hangat adalah kasus Cliff Muntu di IPDN, dan yang terakhir kasus fadhil di Jakarta, belum lagi ditambah adanya kasus tawuran antar pelajar yang terjadi hampir disetiap daerah di tanah air.
Kasus-kasus bullying tersebut terjadi di sekolah, kasus-kasus ini merupakan fenomena gunung es dari banyak kasus lainnya yang terjadi di sekolah yang tidak terekspos oleh media.
Sekolah sebagai suatu institusi pendidikan, sejatinya menjadi tempat yang aman yang nyaman bagi anak didik untuk mengembangkan dirinya, serta menjadikan anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia. Bukan malah sebaliknya mencetak siswa-siswa yang siap pakai menjadi tukang jagal dan preman, sungguh ironis sekali. Yang lebih ironis lagi sebagian masyarakat kita bahkan guru sendiri menganggap bullying sebagai hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan, bullying hanyalah bagian dari cara anak-anak bermain. (Detik.com)
Persepsi ini seolah-olah memperlihatkan ketidak pedulian kita sebagai kaum pendiidik dalam menyngkapi bullying di sekolah. Setelah korban berjatuhan, bahkan oknum guru sendiri yang melakukan tindakan bullying terhadap anak didiknya. Akankan kita masih menutup mata dengan persoalan bullying di sekolah.
Layanan bimbingan konseling yang dilakukan di sekolah membuat guru pembimbing mengetahui banyak permasalahan yang dihadapi siswa disekolah termasuk permasalahan bullying ini. Misalnya saja dari hasil sosiometri di ketahui bahwa penyabab salah satu satu atau beberapa siswa kurang disenangi temannya adalah karena sikap dan perilaku teman yang kasar baik kata-kata maupun perbuatannya, bahkan ada yang suka menyakiti temannya.
Oleh karena itulah penulis sangat tertarik untuk membahas materi ini sehingga menambah wacana dalam menyingkapi dan menindaklanjuti permasalahan bullying disekolah terutama sekali pada guru pembimbing (konselor sekolah) yang bertugas memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka dengan ini penulis mengambil judul ”Pengembangan Model Layanan Bimbingan Konseling dengan Pendekatan Konseling Rational Emotif Bagi Siswa yang Mengalami Bullying Cases”. Diharapkan pada guru pembimbing dapat memberikan pelayan yang preventif untuk mencegah terjadinya bullying di sekolah, serta menentukan langkah-langkah dalam mengatasi permasalahan bullying di sekolah.

B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu: Bagaimana model layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan konseling rational emotif bagi siswa yang mengalami bullying cases.
C. Tujuan Pengembangan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Siswa yang menjadi korban bullying mampu bersikap assertive.
2. Guru pembimbing mengembangkan model layanan bimbingan dan konseling di sekolah terhadap siswa yang mengalami bullying cases dengan pendekatan model konseling rational emotif

D. Manfaat Pengembangan
Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah :
Manfaat Teoritis :
1. Sumbangan bagi pengembangan teori tenang dasar-dasar konseptual pengembangan model pelayanan BK.
2. Pengembangan model ini diharapkan dapat menjadi acuan sehingga lebih dapat menjangkau target populasi yang lebih luas.
3. Secara makro memberikan konstribusi terhadap khasanah ilmu pengetahuan dalam hal pengembangan teori dan konsep pengembangan model pelayanan BK.
4. Bermanfaat bagi pemantapan dan aplikasi teori yang telah berkembangan dan layak digunakan sebagai bahan kajian ilmiah.


Manfaat Praktis
1. Sebagai studi aplikatif, memberikan sumbangan substansial bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya dalam bidang BK
2. Bermanfaat bagi konselor dalam membantu siswa yang menjadi korban bullying

BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. SEJARAH BIMBINGAN KONSELING DAN PERKEMBANGANNYA
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas. (http://noorholic.word press.com)
Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah ditujukan kepada siswa-siswa yang ada di sekolah yang bertujuan membantu siswa dalam mengembangkan dirinya, menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Proses mengembangkan diri siswa ini ddilakukan dalam pertemuan tatap muka antara konselor dan konseli (klien), di mana guru pembimbing selaku pemberi layanan membantu konseli dalam menyelesaikan permasalahannya sehingga potensi siswa dapat berkembang optimal
Sebagaimana Tohirin:2007 mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya sendiri, sehingga mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
Seorang guru pembimbing di dalam menjalankan tugasnya dituntut memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai fasilitator dalam membangkitkan semanga belajar, mengidentifikasi kesulitan belajar, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, memberikan layanan konseling akademik, bekerja sama dengan guru/tenaga pengajar lainnya dalam pengajaran remedial, dan membuat rekomendasi/referensi kepada pihak yang lebih kompeten untuk menyelesaikan permasalahan anak didik. (Akur Sudianto dan A. Juntika N,:2005)
Menilik pentingnya peranan layanan layanan bimbingan serta peranan guru pembimbing dalam membantu siswa menuntaskan hambatan-hambatan yang dalami dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, maka perlu kiranya seorang guru pembimbing memahami dan mendalami permasalahan bullying sebagai salah satu perilaku agresif terselubung yang saat ini sudah semakin meresahkan dunia pendidikan
Sebagaimana kita (guru pembimbing) pahami siswa merupakan individu yang unik yang berbeda satu dengan lainnya, perbedaan ini tidak hanya bersifat fisik namun juga psikologis. Perbedaan inilah yang terkadang menimbulkan berbagai konflik beragam yang terjadi dalam setiap hubungan yang terjadi antara masing-masing individu yang satu dengan lainnya dalam situasi hubungan sosial yang terjadi di sekolah.
Kurangnya pemahaman dan penghargaan siswa bahkan lingkungan di mana siswa berada terhadap perbedaan individual inilah yang menyebabkan terjadinya konflik yang berujung dengan perilaku bullying pada siswa
Dimana siswa sangat menyadari dengan kekuasaan yang dimiliki merasa mampu (bully) untuk menindas siswa yang lebih lemah (korban). Ditambah lagi dengan adanya kesempatan dan terkadang minat dari siswa lainnya untuk sekadar ikut memanasi situasi yang terjadi atau malah ikut terlibat di dalamnya (Bully Assistance), belum lagi di tambah dengan siswa yang ikut bersorak atau sekadar menonton kejadian bullying yang berlangsung (Reinforcer).
Dari pembahasan di atas tergambar bahwa bullying sebagai perilaku agresif tidak bisa didiamkan dan diabaikan begitu saja. Untuk itu sangatlah penting kiranga bagi guru pembimbing melakukan langkah-langkah pencegahan dalam mengatasi permasalahan bullying di sekolah .

Pencegahan Bullying Pada Siswa Dengan Layanan Bimbingan dan Konseling

Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh guru pembiming dalam oleh guru pembimbing di sekolah dalam mengatasi permasalahan bullying di sekolah (Neneng Kurniati, 2007:11), sesuai dengan fungsi dari layanan bimbingan konseling itu sendiri yaitu :
1. Langkah I : (Pencegahan)
Dalam langkah ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya masalah bullying di sekolah dan dalam diri siswa sehingga dapat menghambat perkembangannya. Untuk itu perlu dilakukan orientasi tentang layanan bimbingan dan konseling kepada setiap siswa. Guru pembimbing juga dapat membuat program-program yang efektif dalam memberantas bullying.

2. Langkah II : (Pemahaman)
Langkah ini dimaksudkan memberikan pemahaman kepada siswa tentang bullying dan segala hal yang terkait di dalamnya, termasuk konsekuensi yang akan diterima siswa dari sekolah jika ia terlibat dalam persoalan bullying. Sehingga siswa dapat memahami bahaya

3. Langkah III : (Pengentasan)
Jika guru pembimbing mengetahui ada siswa yang terlibat dalam permasalahan bullying, maka guru pembimbing harus segera menangani permasalahan ini hingga tuntas. Baik itu penanganan terhadap bully, korban, reinforcer dll yang terlibat bullying. Termasuk juga pengentasan dalam masalah konsekuensi yang akan diterimanya dari sekolah, karena melanggar peraturan dan disiplin sekolah.
Setelah pengentasan maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap segala sesuatu yang positif dari diri siswa, agar tetap utuh, tidak rusak, dan tetap dalam keadaan semula, serta mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah lebih baik dan berkembang.
Bagi anak-anak yang sudah terlibat bullying maka sebagai proses rehabilitasi perlu dilakukan penyaluran minat dan bakat dengan tepat ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan ekskul di sekolah, maupun di luar sekolah. Penyesuaian diri siswa dengan lingkungan sosial serta pengembangan diri dalam mengembangkan potensi positifnya juga perlu dilakukan dalam langkah pengentasan.Yang terpenting sekali bagi pelaku bullying adalah perbaikan.

4. Langkah IV : (Advokasi)
Artinya setiap permasalahan yang menyangkut perilaku bullying pada permasalahan tertentu jika memang perlu untuk di laporkan kepihak yang berwajib karena menyangkut masalah tindak pidana kriminal, maka hal tersebut perlu dilakukan.
Menganalisa dampak yang demikian besarnya yang dapat ditimbulkan oleh perilaku bullying di sekolah yang bisa berujung pada gangguan psikologis bahkan kematian. Penting kiranya bagi kita guru pembimbing untuk memberikan layanan yang maksimal dalam mengatasi perilaku bullying
Diantara layanan yang dapat kita berikan kepada siswa adalah :
1. Layanan Orientasi
Menjelaskan kepada anak bahwa di sekolah ada guru pembimbing yang memberikan layanan kepada siswa secara individual, tujuannya mengajak anak untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang dialaminya kepada guru pembimbing, sehingga membantu guru pembimbing dalam mencegah terjainya perilaku bullying lebih awal. Selain itu juga ada wali kelas, wakil kepala bidang kesiswaan dan Kepala sekolah

2. Layanan informasi
Memberikan pemahaman terhadap siswa tentang bahaya dari perilaku bullying ini, karena bukan hanya orang tua yang menganggap itu sabagai kenakalan biasa. Siswapun pertama-tama menganggap itu hanya kenakalan dan ejekan dari teman-teman semata, yang lama-kelamaan persepsi ini membuat anak merasa aman dan nyaman untuk melakukan kepada tingkat berikutnya.

Memberikan informasi kepada siswa tentang konsekuensi yang akan diterimanya dari sekolah (hukuman) jika ia melakukan tindakan bullying. Hal ini berarti setiap sekolah sudah mempnyai aturan main sendiri (peraturan) yang jelas dan tegas dalam menindak pelaku bullying.

3. Layanan pembelajaran
Dengan Layanan Pembelajaran GP bisa melatih siswa-siswa yang introvert (tertutup) untuk berkomunikasi dan mengungkapkan ide-idenya kepada orang lain. Sehingga siswa bisa berlatih berkata tidak dan menolak jika ada siswa lainnya berusaha menyakitinya atau mungkin mengajaknya untuk melakukan bullying. Kenapa siswa introvert ? karena merekalah yang berpeluang besar menjadi korban bullying.

4. Layanan penempatan dan penyaluran
Dengan layanan ini membantu siswa-siswa yang cenderung hiperaktif, disruptive, impulsif dan over active dapat menyalurkan energi ke dalam berbagai kegiatan sekolah. Sehinga siswa dapat menjaga keseimbangan metabolisme tubuhnya serta mengarahkannya kepada kegiatan yang positif.

5. Layanan Konseling Individual
Layanan ini sangat membantu sekali bagi siswa yang ingin curhat (istilah anak sekarang) berbagai macam permasalahannya kepada guru pembimbingnya. Dengan layanan ini siswa tidak perlu merasa takut dikatakan mengadu atau melapor jika ia menjadi korban bullying, atau menyaksikan perilaku bullying.

6. Layanan bimbingan kelompok
Layanan ini sangat membantu anak dalam mengungkapkan berbagai permasalahan yang sifatnya umum yang dialami oleh semua anak di sekolah. Termasuk di dalamnya pembahasan persoalan bullying. Karena di dalam layanan bimbingan kelompok tujuan bersama menjadi komitmen bersama. Artinya jika semua siswa bertujuan mencegah dan memberantas bullying bersama maka semua siswa yang ikut di dalam kegiatan tersebut memiliki komitmen yang sama juga untuk melakukannya.

7. Layanan Konseling Kelompok
Layanan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membahas permasalahan yang sifatnya pribadi dalam dinamika kelompok. Sehingga siswa-siswa yang terkait dengan permasalahan bullying ini bisa menjadikan layanan ini sebagai media untuk mengentaskan permasalahannya dengan bantuan anggota kelompok yang lain.

8. Layanan Mediasi
Guru pembimbing hendaknya dapat menjadi penghubung serta fasilitator dalam penyelesaian permasalahan bullying ini, karena memang persoalan ini bisa melibatkan banyak pihak yang terkait di dalamnya.

9. Layanan Konsultasi
Guru pembimbing hendaknya menjadi tempat konsultasi berbagai pihak yang terkait dengan permasalahan bullying. (Neneng Kurniati, 2007:12)



B. Pengertian Bullying, Bentuk-bentuk Perilaku yang Dikategorikan Bullying nya dan Dampak Bullying Terhadap Perilaku Anak.


Sebelum membahas perilaku bullying yang terjadi di sekolah serta penanganan dengan menggunakan pengembangan model konseling realita yang dapat diupayakan oleh guru pembimbing secara mendalam adalah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa itu bullying penyebab dan dampak yang ditimbulkan olehnya.

A. Pengertian Bullying.
Bullying merupakan bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik ataupun psikologis terhadap seseorang/kelompok yang lebih lemah oleh seseorang/kelompok orang yang memersepsikan dirinya lebih kuat (Nakita,19 Mei 2007)
Istilah lain yang sering di sebut juga adalah school bullying. School bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. (Riauskina, Djuwita, dan Soesetio:2005)
Sementara Neneng Kurniati (2007) mengemukakan pengertian Bullying adalah perilaku agresif berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/sekelompok orang yang memersepsikan dirinya lebih kuat dan memiliki kekuasaan terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah.
Pelaku bullying sebagai orang yang aktif melakukan tindakan bullying dan biasanya menjadi pemimpin dari bullying ini disebut dengan “bully” (siswa yang mem-bully). Sementara siswa yang mengikuti perintah bully dan ikut aktif dalam melakukan tindakan bullying di sebut dengan “Bully assistance”
Sebutan “Reinforcer” ditujukan kepada siswa yang ikut memprovokasi bully, mentertawakan korban, mengajak sisw lain untuk menonton dan menyaksikan kejdian tersebut berlangsung.
Sedangkan sebutan “defender” diberikan kepada siswa yang berusaha membela dan membantu korban bullying, bahkan seringkali mereka juga menjadi korban berikutnya.
Siswa-siwa yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak peduli dengan kejadian tersebut serta tidak ada melakukan tindakan apapun disebut dengan “outsider”. (Nakita, 19 Mei 2007).
B. Bentuk-bentuk Perilaku yang dikategorikan Bullying
Ada beberapa bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai bentuk-bentuk dari perilaku bullying diantaranya :
1. Kontak Fisik Langsung
Bentuk-bentuk perilaku yang muncul dalam bentuk ini adalah : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak Verbal Langsung
Mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name calling), sarkasme, merendahkan (put downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
3. Perilaku Non-verbal Langsung
Melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, mengancam yang disertai oleh bullying fisik \atau verbal.
4. Prilaku Non-Verbal Tidak Langsung
Mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja menguci lkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng.
5. Pelecehan Seksual
Dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

C. Penyebab Bullying
Ada beberapa penyebab terjadinya bullying di sekolah serta semakin merebaknya perilaku agresif ini (Riauskina, Djuwita dan Soesetio:2005) diantaranya :
1. Perilaku bullying merupakan tradisi turun temurun dari senior (senioritas)
2. Balas dendam karena dulu pernah diperlakuka sama (menurut korban laki-laki).
3. Ingin menunjukkan kekuasaan.
4. Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
5. Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan).
6. perilaku dianggap tidak sopan menurut ukuran kelompok tertentu
Penyebab lainnya adalah faktor keluarga, Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : Orangtua yang kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stress, agresi dan permusuhan.
Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orangtua mereka dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan bellajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan berperilaku agresif dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini, anak tidak hanya mengembangkan perilaku bulling, melainkan juga sikap dan kepercayaan yang lebih dalam lagi. (dikutip dari bullying.org)
Selanjutnya ada beberapa karakteristik yang pada umumnya ditemui pada pelaku bullying, sehingga anak yang belum melakukan bullying namun memiliki beberap karakteristik berikut, dapat segera dikenali dan diberi pengertian yang benar sebelum ia melakukannya, diantaranya (bullying.org) :
1. Cenderung hiperaktif, disruptive, impulsif dan overactive.
2. Memiliki temperamen yang sulit dan masalah pada atensi/konsentrasi.
3. Pada umumnya juga agresif kepada guru, orangtua, sadara dan orang lain.
4. gampang terprovokasi oleh situasi yang mengundang agresi.
5. Memiliki sikap bahwa agresi adalah sesuatu yang positif.
6. Cenderung memiliki fisik yang lebih kuat daripada teman sebayanya
7. Berteman dengan anakianak yang juga memiliki kecenderungan agresif
8. Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya
9. Biasanya anak yang paling insecure, tidak disukai oleh teman-temannya, dan yang paling buruk prestasinya di sekolah
10. Cenderung sulit menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan dalam hidup

Dari pelbagai karakteristik yang dimiliki pelaku di atas, terlihat bahwa pelaku (bully) sebenarnya juga merupakan korban dari fenomena bullying. Pelaku sebenarnya adalah kita yang menutup mata terhadap fenomena ini, atau menganggapnya normal dan membiarkannnya terjadi terus menerus. Mereka (kita) seringkali adalah orang-orang yang terdekat dengan pelaku dan korban, yaitu teman sebaya, orangtua, dan guru (bullying.org).

D. Akibat Bullying
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan dari perilaku bullying tersebut yang mesti diketahui adalah (Riauskina, Djuwita dan Soesetio:2005):
1) Dampak pada kesehatan fisik
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bulling adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim bisa mengakibatkan kematian.
2) Menurunnya kesejahteraan psikologis
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk.
Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk, ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jengka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga
3) Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
Korban bullying biasanya ingin pindah ke sekolah lain, kalupu mereka masih berada di sekolah itu, biasanya siswa tersbut terganggu prestasi akademiknya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
4) Timbulnya gangguan psikologis
Hal ini merupakan akibat yang paling ekstrim, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri dan gejala-gejala gangguan stress pasca taruma (post tarumatic stress disorder).
Gangguan psikologis lain yang muncul yaitu merasa hidupnya tertekan, takut bertemu dengan pelaku bullying, berkeinginan bunuh diri dengan menyilet-nyilet tangannya sendiri!.

E. Karakteristik Siswa yang Berpotensi Menjadi Korban Bullying
Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa/anak menjadi korban bullying yaitu (Rahmitha P. Soendjojo, Psi):
1) Siswa yang belum mampu bersikap asertif (tegas mengutarakan sikap dan kemauannya).
2) Ketidak mampuan untuk menolak saat diperlakukan negatif.
3) Ketidakmampuan membalas.
4) Tidak memiliki mekanisme pertahanan diri, cenderung pasrah.
5) Kondisi fisik yang kecil.
6) Memiliki kekurangan secara fisik.
7) Adik kelas si pelaku bullying.
8) Ketidaktahuan anak bagaiman memproteksi diri dan ketidak tahuannnya tentang bentuk-bentuk kekerasan lingkungan.

C. Penelitian yang Relevan
Untuk memperkuat hasil penelitia ini maka perlu kiranya bagi peneliti untuk mengemukakan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
Beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa ”bullying” merupakan masalah internasional yang terjadi hampir disemua sekolah. Tapi kesamaan permasalahan di tiap-tiap negara dan tidak ada batasan-batasan internasional, status sosial ekonomi ataupin etnis. Berdasarkan hasil penelitian di Norwegia, 15% murid atau satu diantara 7 siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) terlibat dalam aksi “bullying”. Bahkan di Amerika serikat, angkanya lebih tinggi, 30% murid SD dan SMP. Hasil survey di Australia menunjukkan bahwa 20% murid mengalami “bullying” setidaknya satu kali dalam seminggu. Kasus paling tinggi terjadi pada anak remaja kelas 8 dan 9 dan dilakukan lebih sering oleh anak laki-laki. Penelitian lain menyebutkan bahwa Australia, anak yang menjadi korban tindak penindasan 3 x lebih tinggi mempunyai resiko depresi. (Whorkshop mengenai kupas tuntas bullying, 2008:1)
Di Indonesia peNindasan yang dilakukan oleh murid ke murid atau guru ke murid umum terjadi. Kejadian anak mogok sekolah, perpeloncoa siswa baru, sampai pada kenakalan remaja seperti marakNya geng yang erat hubungannya dengan aksi bullying. Kejadian bullying akhirya mencuat setelah terdapat korban-korban yang meninggal. Sayangnya data survey secara nasional mengenai prevalensi bullying di Indonesia tidak dapat ditemukan. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan Unit PPKM Universitas Atmajaya didanai UNICEF melakukan survei intensif terhadap ratusan anak SD dan SLTP di seluruh Jateng dan Sumut dari Desember 2005 hingga Maret 2006. Sebab responden mengaku pernah mengalami penindasan dalam bermacam variasi di sekolah. Banyak anak tercatat mengalami gangguan psikis bahkan mengarah pada gangguan patologis. Mereka juga kerap dilanda ketakutan, kecemasan memperoleh hukuman, dan merasa teraniaya atau merasa depresi. Sebagian mengalami rendah diri dan tidak berarti dalam lingkungan. Perilaku yang cukup parah muncul pada salah satu subjek. Anak menunjukkan gejala-gejala Schizophrenia alias gangguan jiwa akut. Ia mulai kehilangan kontak dengan realitas. (Whorkshop mengenai kupas tuntas bullying, 2008:2)
Menurut data PACER Center (Organisasi yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup anak dengan keterbatasan), di Amerika Serikat setiap tahun ada 3,2 juta anak yang jadi korban bullying, dan lebih dari 160.000 anak membolos setiap hari karena trauma dengan terror yang diterimanya di sekolah. (Kompas.com, 2008:1)
Beberapa penelitian yang relevan di atas memfokuskan kepada terjadinya perilaku bulying di tingkat sekolad dasar, menengah dan atas, bentuk-bentuk perilaku bullyin yang diterima anak, serta akibat yang ditimbulkannya. Sedangkan studi penelitian memfokuskan kepada pengembangan model Layanan Bimbingan Konseling dengan Pendekatan Konseling Gestalt bagi Siswa yang Mengalami Bullying Cases.

D. Model Konseling Rational Emotif

1. Konsep Dasar Pendekatan Konseling Rational Emotif
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.(DYP. Sugiharto, 2008)
Menurut Albert Ellis manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif ( seperti kecemasan, rasa berdosa, pemusuhan, dan sebaginya ). Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebankan dirinya dari gangguan emosional. (Luthfi Seli Fauzi, 2008)
2. Pandangan Mengenai Manusia
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB. (DYP. Sugiharto, 2008)
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu tidak berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi; (b) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut; (f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
3. Aplikasi Pendekatan Rational Emotif Dalam Konseling
a. Tujuan Konseling
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.

b. Peran Konselor Dalam Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Tugas konselor menunjukkan bahwa
• masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
• usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor adalah:
(a) lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung.
(b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien.
(c) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya.
(d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
c. Peran Klien dalam Proses Konseling
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri.
(2) minat sosial
(3) pengarahan diri
(4) toleransi terhadap pihak lain
(5) fleksibel
(6) menerima ketidakpastian
(7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya
(8) penerimaan diri
(9) berani mengambil risiko
(10) menerima kenyataan
d. Proses Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien dalam proses konseling yang dilakukan. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor


Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri. (DYP. Sugiharto, 2008)


BAB III
METODOLOGI PENGEMBANGAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN.
Menurut Iskandar, (2008:177) menjelaskan : “ pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah aspek yang sangat penting dalam suatu penelitian, pendekatan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian akan mendukung kemudahan bagi penelitian dalam menjalankan proses penelitian yang akan dijalankan”. Sesuai dengan masalah penelitian yang akan diteliti maka penulis menggunakan pendekatan jenis penelitian kualitatif.

B. SUBJEK PENELITIAN
Muri Yusuf, (2005:329) mengemukakan “penentuan subjek penelitian ditentukan dimana dan dari siapa data yang diperlukan dikumpulkan”. Jika demikian maka penelitian ini dilakukan di SMPN 5 Kota Pekanbaru-Prov Riau dan penelitian dilakukan terhadap siswa kelas VIII (delapan).

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
“Teknik pengumpulan data merupakan tata cara atau langkah-langkah peneliti untuk mendapatkan data penelitian”, sebagaimana yang dikemukakan oleh Iskandar (2008:178). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket), yang berisikan pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan rumusan masalah penelitian.
A.Muri Yusuf (2005:252) menjelaskan “kuesioner berasal dari bahasa latin : Questionnaire, yang berarti suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik tertentu, diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud memperoleh data”. Kuesioner (angket) yang dipakai dalam penelitian ini adalah perpaduan antara jenis angket tertutup dan terbuka

D. TEKNIK ANALISA DATA
Sesuai dengan masalah penelitian yang akan diteliti maka penulis menggunakan “analisa deskriptif yang digunakan untuk membantu peneliti mendeskripsikan.....hasil pengamatan penelitian yang telah dilakukan.....” (Iskandar, 2008:178).

E. SETTING
Adapun setting dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 05 Pekanbaru-Riau. Dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1: Sampel penelitian


No Kelas Populasi Sampel

1 VIII 1 38 12
2 VIII 2 38 12
3 VIII 3 37 10
4 VIII 4 38 11
5 VIII 5 38 13
6 VIII 6 37 11
7 VIII 7 38 11
Jumlah 264 80

Sampel penelitian sebanyak 80 orang diambill secara acak (simple random sampling) dari tiap kelas berdasarkan data hasil sosiometri yang dilakukan oleh guru pembimbing (Lampiran 1). Siswa yang menjadi sampel penelitian ini adalah siswa yang menjadi korban bullying.

F. PROSEDUR PEGEMBANGAN
Prosedur pengembangan yang dilalui dalam penelitian ini adalah:
Tahap I
• Kondisi objektif dilapangan
• Kajian teori
• Kajian hasil penelitian
• Kajian ketentuan formal
• Implikasi aktual model pelayanan BK dengan pendekatan konseling rational emotif bagi siswa yang mengalami bullying cases.
Tahap II
• Merancang pengembangan model hipotetik
Tahap III
• Uji kelayakan model hipotetik
Tahap III
• Perbaikan model Hipotetik
Tahap V
• Uji lapangan model hipotetik
Tahap IV
• Model akhir Pelayanan Bimbingan dan konseling dengan pendekatan konseling rational emotif bagi siswa yang mengalami bullying cases.

BAB IV
HASIL PENGEMBANGAN

A. Studi Evaluatif Kondisi Lingkungan, Kajian Teoritik dan Kajian ketentuan Formal.
Berdasarkan hasil sosiometri terhadap siswa kelas VIII SMPN 05 Pekanbaru-Riau diketahui bahwa ada siswa yang kurang disenangi di kelas di karenakan sikap dan perilakunya serta perkataannya yang kasar terhadap teman yang lain, sehingga temannya merasa tidak nyaman dengan perbuatan temannya tersebut.
Sikap, perilaku dan perkataan siswa yang kasar terhadap temannya tersebut merupakan indikasi akan adanya perilaku bulllying di sekolah, yang tidak bisa terus di biarkan karena akan berakibat yang tidak baik bagi perkembangan psikologis siswa di sekolah. Sebagaimana Ratna Juwita, (2008:2) mengemukakan ”bullying merupakan bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seorang/kelompok orang yang lebih lemah oleh sekelompok orang yang memersepsikan dirinya lebih kuat”.
Guru pembimbing sebagai konselor di sekolah sejatinya harus cepat tanggap dengan fenomena ”gunung es” bulllying di sekolah, karena apa yang yang tampak dan dikemukan siswa barulah segelintir dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Tohirin (2007:2) ”mengemukakan berbagai fenomena perilaku peserta didik dewasa ini seperti tawuran, penyalahgunaan obat terlarang, perilaku seks menyimpang, degradasi moral.....,menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang salah satu upaya pencapaiannya melalui proses pembelajaran, belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai persoalan tersebut di atas. Hal ini mengindikasikan perlu adanya upaya pendekatan selain proses pembelajaran guna memecahkan berbagai masalah tersebut. Upaya tersebut adalah melalui pendekaan bimbingan dan konseling yang dilakukan di luar situasi proses pembelajaran”.
Dalam mencapai tujuannya guru pembimbing dituntut profesionalitasnya dalam membantu siswa (klien) mengatasi permasalahannya, sehingga tujuan bimbingan dan konseling tercapai. Sebagaimana Tohirin (2007:36) menjelaskan secara lebih rinci tujuan konseling adalah agar klien :
1. Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.
2. Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya ke arah tingkat perkembangan yang optimal.
3. Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
4. Mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya.
5. Dapat menyeseuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
6. Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
7. Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku salah suai.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan model pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk siswa terutama dalam mengantisipasi permasalahan bulllying di sekolah. Salah satu model pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseling rational emotif .

B. Model Hipotetik Pengembangan Model Pelayanan bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Model hipotetik pengembangan model pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah: ”Terdapat pengaruh yang berarti antara perasaan dan pemahaman siswa yang menjadi korban bulllying terhadap tindakan yang akan dilakukannya jika ia kembali menjadi korban bullying”. Hipotesis kategori ini sering disebut dengan hipotesis kerja atau hipotesis alternatif, yang pada prinsipnya menyatakan pengaruh atau perbedaan yang disebabkan oleh variabel bebas (A. Muri Yusuf, 2005:177).
C. Uji Kelayakan Model Hipotetik
Untuk mengembangkan model konseling rational emotif terhadap siswa yang menjadi korban bullying di sekolah, dilakukan uji kelayakan model hipotetik terlebih dahulu. Pelaksaan uji kelayakan model hipotetik dilakukan pada hari Sabtu tanggal 1 November 2008 pukul 10.00 - 11.30 WIB. Uji kelayakan dilaksanakan terhadap 46 orang siswa.
Uji kelayakan dilakukan dengan cara menyampaikan kampanye ”Stop Bullying di Lingkungan Sekolah”, kemudian siswa di berikan angket yang berisikan perasaannya, pemahamannya dan tindakannya setelah mendengar kampanye ini (Lampiran 2). Adapun dari hasil dari uji kelayakan dapat dilihat pada lampiran 3
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa

1. a. Dari 76 siswa 31 siswa pernah melihat perilaku bullying terjadi.
b. Dari 76 siswa 10 siswa kadang-kadang melihat perilaku bullying terjadi.
c. Dari 76 siswa 5 siswa sering melihat perilaku bullying terjadi.
d. Dari 76 siswa 20 siswa tidak pernah melihat perilaku bullying.

2. a. Dari 76 siswa 47 siswa pernah mengalami perilaku bullying.
b. Dari 76 siswa 29 siswa tidak pernah mengalami perilaku bullying.

Dari 76 siswa, diambil 47 siswa yang pernah mengalami bulllying.
Dengan hasil sebagai berikut :
3. a. Dari 47 siswa 35 siswa pernah diejek
b. Dari 47 siswa 12 siswa pernah di pukul
c. Dari 47 siswa 4 siswa pernah diperas
d. Dari 47 siswa 7 siswa pernah diancam
e. Dari 47 siswa 6 siswa pernah mengalami kasus lainnya seperti diejek nama oran tua

4. a. Dari 47 siswa 30 siswa merasa sedih ketika dibully
b. Dari 47 siswa 17 siswa merasa marah ketika dibully
c. Dari 47 siswa 7 siswa merasa dendam ketika dibully
d. Dari 47 siswa 7 siswa merasa kecewa, biasa saja, tidak perduli, sakit hati, tertekan

5. a. Dari 47 siswa 1 siswa mengakui yang membullying adalah guru
b. Dari 47 siswa 7 siswa mengakui yang membullying adalah kakak kelas
c. Dari 47 siswa 30 siswa mengakui yang membullying adalah teman sekelas
d. Dari 47 siswa 1 siswa mengakui yang membullying adalah orang tua
e. Dari 47 siswa 10 siswa mengakui yang membullying adalah teman bermain di rumah dan di tempat pelatihan bulu tangkis, teman kelas lain, tetangga, kakak, sahabat, teman yang lebih besar badannya.

6. a. Dari 47 siswa 14 siswa melaporkan kasus ini ke guru pembimbing
b. Dari 47 siswa 7 siswa melaporkan kasus ini ke wali kelas
c. Dari 47 siswa 3 siswa melaporkan kasus ini ke guru piket
d. Dari 47 siswa 10 siswa melaporkan kasus ini ke orang tua
e. Dari 47 siswa 12 siswa melaporkan kasus ini ke teman
f. Dari 47 siswa 1 siswa melaporkan kasus ini ke orang lain
g. Dari 47 siswa 8 siswa tidak melaporkan dan memendam saja kasus ini

7. a. Dari 47 siswa 34 siswa mengharapkan pihak sekolah memberi peringatan terhadap siswa yang berperilaku bullying.
b. Dari 47 siswa 10 siswa mengharapkan pihak sekolah menskorsing (merumahkn) siswa yang berperilaku bullying.
c. Dari 47 siswa 10 siswa mengharapkan pihak sekolah mengeluarkan siswa yang berperilaku bullying dari sekolah.
d. Dari 47 siswa 10 siswa mengharapkan pihak sekolah memasukkan ke penjara orang yang membully, menasehatinya, menyelesaikan dengan baik, diborgol, ditindak lanjut sesuai dengan kesalahannya dan dipanggil orang tuanya

8. Berikut ini adalah perasaan siswa setelah mendengarkan kampanye tentang “STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”.
a. Dari 47 siswa 4 siswa merasa kaget
b. Dari 47 siswa 21 siswa merasa senang
c. Dari 47 siswa 4 siswa merasa biasa saja
d. Dari 47 siswa 16 siswa ingin tahu


9. Berikut adalah pemahaman yang diperoleh siswa setelah mendengarkan kampanye ” STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”.


10. Berikut adalah Tindakan yang akan dilakukan siswa jika ia menjadi korban bullying lagi.
a. Dari 47 siswa 27 siswa akan melawan orang yang membully
b. Dari 47 siswa 38 siswa akan melaporkan kepada guru pembimbing, wali kelas, orang tua dan polisi
c. Dari 47 siswa 10 siswa tidak akan menanggapi/mengabaikan perilaku bullying tersebut
d. Dari 47 siswa 1 siswa pasrah terhadap perilaku bullying
e. Dari 47 siswa 1 siswa akan balas dendam dengan membully teman yang lain
f. Dari 47 siswa 6 siswa akan membalas lebih kejam teman yang membully jika keseringan di bully, berkata stop bullying, akan menyelesaikan dengan baik-baik, akan curhat kesahabat, akan membela diri

D. Perbaikan Model Hipotetik
Dari pelaksanaan uji kelayakan model hipotetik maka dilakukan beberapa perbaikan dalam pengembangan instrumen penelitian yang sesungguhnya diantaranya adalah :
1. Indikator jenis perilaku bulllying yang di terima siswa lebih detail.
2. Adanya indikator pertanyaan yang menunjukkan terjadinya irrational belief pada siswa yang menjadi korban bullying.
3. adanya pernyataan tindakan assertive siswa jika ia menjadi korban bulllying, yang menjadi indikator keberhasilan dari pengembangan konseling rational emotif. (Lampiran 3)

E. Uji Coba Pelaksanaan Terbatas
1. Persiapan
Kegiatan persiapan ini meliputi :
 Persiapan kepanitiaan
 Persiapan materi kampanye ”Stop Bullying di Lingkungan sekolah”
 Persiapan tempat dan media yang digunakan
 Persiapan sampel penelitian
 Perbanyakan angket penelitian sesuai dengan jumlah siswa.
2. Pelaksanaan
 Kegiatan dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 8 November 2008.
 Pukul 11.30 – 13.00 WIB
 Bertempat di SMPN 05 Pekanbaru Riau
 Materi kampanye: ” Stop Bullying di Lingkungan sekolah”
 Pemateri : Neneng Kurniati, S.Pd (Guru Pembimbing dan anggota MGP kota Pekanbaru
 Kepanitiaan : - Ketua : Dra. Laily Rasuna
- Sekretaris : Rahmi S.Si
- Bendahara : Khairil Asri, S.Si
- Anggota : Kelompok I Workshop Pekanbaru– Prov Riau
 Pelaksanaan kegiatan diawali dengan pemberian materi kampanye ”Stop Bullying di Lingkungan sekolah”. Dan diakhiri dengan pengadministrasian angket penelitian
3. Penilaian
 Pelaksanaan kegiatan berjalan lancar dan meriah karena bagi siswa ini merupakan pemahaman baru untuk mereka, siswa merasa senang dengan adanya kampanye ini dan berharap bisa bertindak assertive jika di kemudian hari mereka menjadi korban dari perilaku bullying.
 Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Bentuk perilaku bullying dialami siswa


No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 Diganggu 65 80 81
2 Dipukul 61 80 76
3 Didorong 54 80 68
4 Dicela/diejek 52 80 65
5 Dicubit 47 80 59
6 Ditendang 42 80 53
7 Diberi panggilan nama/sebutan (name calling) 39 80 49
8 Didiamkan 36 80 45
9 Dipermalukan 35 80 44
10 Barang-barang yang dimiliki dirusak 33 80 41
11 Dijambak 31 80 39
12 Digosipkan 27 80 34
13 Direndahkan (dihina) 26 80 33
14 Ditampar 25 80 31
15 Dicibir (dengan menjulurkan lidah) 21 80 26
16 Digigit 20 80 25
17 Dikucilkan 18 80 23
18 Dicakar 17 80 21
19 Diancam dengan perkataan 17 80 21
20 Diabaikan 16 80 20
21 Diperas/dikompas 15 80 19
22 Dimaki 15 80 19
23 Dimanipulasi persahabatan hingga retak 13 80 16
24 Disinisi 12 80 15
25 Dipukul dengan benda tumpul 9 80 11
26 Diintimidasi (diancam dengan perbuatan dan perkataan) 7 80 9
27 Diancam dengan disertai bullying fisik/verbal 5 80 6
28 Dikunci dalam ruangan (dengan maksud menyakiti) 4 80 5
29 Pelecehan seksual 3 80 4
30 Disakiti dengan benda tajam 1 80 1

Pada tabel di atas terlihat bahwa dari 30 aspek bentuk perilaku bulllying yang dialami siswa, aspek tertinggi yaitu 81 % siswa sering diganggu, 76 % sering dipukul, 4 % siswa pernah mengalami pelecehan seksual dan sedangkan aspek terendah adalah sebanyak 1 % siswa disakiti dengan benda tajam.


Tabel.3 Penyebab siswa dibullyingi

No Item Jawaban Frekewensi Jumlah Persentase
Jawaban Responden

1 f. dan lain-lain 55 80 69
2 d. Secara fisik lebih kecil 55 80 69
3 b. Balas dendam 55 80 69
4 a. Faktor senioritas 44 80 55
5 c. Secara fisik lemah 38 80 48
6 e. tidak percaya diri 32 80 40

Pada umumnya penyebab tertinggi siswa di bullyingi adalah karena bercanda/keisengan, merasa diri hebat, balas dendam dan membawa uang berlebihan aspek ini dipilih oleh 69 % siswa, sedangkan penyebab terendah adalah karena siswa yang dibullyingi tidak percaya diri yang dialami oleh 40 % siswa.

Tabel.4 Akibat yang diderita (secara fisik) siswa setelah dibullyingi
No Item Jawaban Frekewensi Jumlah Persentase
Jawaban Responden

1 f. Dan lain-lain 60 80 75
2 a. Sakit kepala 55 80 69
3 d. Sakit dada 30 80 38
4 e. Luka/memar 30 80 38
5 c. Flu/batuk 26 80 33
6 b. Sakit Tenggorokan 0 80 0

Akibat yang diderita (secara fisik) oleh siswa setelah dibullyingi adalah merasa sakit dibagian badan yang dipukuli, sakit (demam),pegal, ngilu, yang dialami oleh 75 % siswa. Sedangkan yang terendah adalah flu/batuk yang dilami oleh 33 % siswa.

Tabel 5.Akibat yang dirasakan (secara psikologis) siswa setelah dibullyingi.
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 c. Kesal 73 80 91
2 g. Sedih 71 80 89
3 a. Marah 70 80 88
4 f. Malu 58 80 73
5 h. Tidak nyaman 55 80 69
6 r. Sakit hati 55 80 69
7 p. Kecewa 50 80 63
8 s. Tidak percaya diri 45 80 56
9 d. Tertekan 44 80 55
10 m. Merasa diri tak berharga 36 80 45
11 e. Takut 35 80 44
12 b. dendam 20 80 25
13 n. Ingin pindah sekolah 12 80 15
14 i. Terancam 10 80 13
15 j. Rendah diri 10 80 13
16 o. Biasa saja 5 80 6
17 t. Dan lain-lain 5 80 6
18 k. Depresi 1 80 1
19 l. Stress 0 80 0
20 q. Tidak perduli 0 80 0

Akibat tertinggi yang dirasakan (secara psikologis) siswa setelah dibullyingi adalah perasaan kesal yang dialami oleh 91 % siswa dan yang terendah adalah depresi yang dialami oleh 1 % siswa.

Tabel 6. Tindakan yang dilakukan siswa ketika mengalami hal tersebut
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 c. Melawan/membalas dengan kata-kata 55 80 69
2 e. Tidak menanggapi/tidak menghiraukan perilaku bullying 55 80 69
3 d. Melawan/membalas dengan perbuatan 51 80 64
4 b. Pasrah 42 80 53
5 a. Diam saja/dipendam sendiri permasalahan tersebut 40 80 50
6 h. Melaporkan kepada 39 80 49
7 h. Ketakutan dan menghindar 38 80 48
8 f. Balas dendam kepada orang yang membully 25 80 31
9 g. Balas dendam dengan membully teman yang lain 16 80 20
10 i. Dan lain-lain 0 80 0

Adapun tindakan yang dilakukan siswa ketika mengalami hal tersebut adalah melawan/membalas dengan kata-kata yang dialami oleh 69 % siswa, sedangkan yang terendah adalah membalas dendam dengan membully teman yang lain yang dipilih oleh 20 % siswa.

Tabel 7. Orang yang melakukan bullying terhadap siswa.
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 c. Teman sekelas 65 80 81
2 e. Teman lain kelas 50 80 63
3 d. Kakak kelas 44 80 55
4 a. Guru 30 80 38
5 h. Dan lain-lain 29 80 36
6 f. Tetangga 27 80 34
7 b. Orang tua 5 80 6
8 g. Teman ditempat les/kursus 3 80 4

81 % yang melakukan bullying terhadap korban adalah teman sekelas siswa, sebagai aspek tertinggi. Sedangkan aspek terendah adalah orang tua siswa yaitu sebanyak 6 %.

Tabel 8. Siswa yang menjadi korban bullying melaporkan hal tersebut kepada :
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 a. Guru Pembimbing 55 80 69
2 d. Orang tua 55 80 69
3 b. Wali Kelas 52 80 65
4 e. Teman 50 80 63
5 h. Dan lain-lain 33 80 41
6 g. Tidak melaporkan/dipendam sendiri 28 80 35
7 c. Guru Piket 26 80 33
8 f. Orang lain 26 80 33

Sebesar 69 % siswa yang menjadi korban bulllying melaporkan hal tersebut kepada guru pembimbing, dan 33% siswa melaporkan kepada orang lain.

Tabel 9. Tindakan yang diharapkan siswa dari pihak sekolah terhadap pelaku bulying.
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1 d. Dibicarakan baik-baik 55 80 69
2 a. Diberi peringatan 51 80 64
3 h. Dibina bersama oleh Guru-Ortu 45 80 56
4 g. Dipanggil orang tuanya 25 80 31
5 b. Dirumahkan/skorsing 20 80 25
6 f. Dilaporkan ke pihak berwenang 12 80 15
7 c. Dikeluarkan 5 80 6
8 e. Dipenjarakan 2 80 3
9 i. Dan lain-lain 0 80 0

Aspek tertinggi tindakan yang diharapkan siswa dari pihak sekolah terhadap pelaku bulying adalah membicarakannya dengan baik-baik yang dipilih oleh 69 % siswa. Aspek terendah tindakan yang diharapkan siswa dari pihak sekolah terhadap pelaku bulying adalahdipenjarakan, yang dipilih oleh 3 % siswa.

Tabel 10. Perasaan siswa setelah mendengar kampanye tentang ”STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”.

No Item Jawaban Frekewensi Jumlah Persentase
Jawaban Responden

1 a. Senang 60 80 75
2 d. Ingin tahu 42 80 53
3 c. Biasa saja 29 80 36
4 f.Dan lain-lain 28 80 35
5 b. Kaget 5 80 6
6 e. Tidak perduli 0 80 0

75 % siswa merasa senang setelah mendengar kampanye tentang ”STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”. 0 % siswa yang tidak perduli dengan bullying.


11. Pemahaman baru yang diperoleh siswa setelah mendengarkan kampanye ”STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”.

1. Tidak boleh membullying seseorng walaupun hanya dengan mendiamkan orang tersebut dan mengejeknya.
2. Saya bisa tahu apa saja yang termasuk prilaku bullying dan bagaimana cara pencegahnnya, serta akibat prilaku bullying.
3. Saya paham kalau sesame teman tidak boleh ada konflik.
4. Bullying prbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain
5. Tahu tentang apa itu bullying dan penyebabnya.
6. Tahu tentang apa itu bullying dan penyebabnya.
7. Ya tahu apa-apa saja macam-macam bullying, jadi kalau ada yang bullying saya bisa lapor keorang tua atau guru.
8. Stop bullying sangat bermanfaat bagi anak-anak yang dibullyingi merasa tidak takut lagi.
9. Saya sekarang apa yang saya lakukan jika saya dibullyingi dan saya sekarang tahu apa akibat bullying.
10. Saya merasa senang, karena selama ini saya merasa tertekan karena perbuatan teman-teman saya. Setelah mendengar kampanye tersebut saya berharap pada pihak sekolah agar dapat menindak lanjutinya.
11. Saya sangat senang karena saya dapat memberantas pembullyingan dilingkungan saya.
12. Bahwasanya kita tidak boleh membullying teman.
13. Bahwa stop bullying itu juga dapat memberikan kesehatan kepada kita, karena bullying juga bisa menyebabkan kematian.
14. Saya tahu bahwa kita tidak boleh melakukan tindakan kejahatan.
15. Saya setuju dan berharap perbuatan bullying tidak ada yang mengulangginya lagi, karena perbuatan bullying telah membuat orang tertekan atau tersiksa.
16. Tidak akan berbuat bullying lagi kepada orang lain.
17. Kita tidak boleh melakukan bullying dan stop bullying.
18. Bagus karena pelaku bullying mungkin jera.
19. Tidak boleh bullying kembali.
20. Tidak boleh menyakiti teman-teman dan guru.
21. Dari tindakan yang terkecil akan berakibat fatal. Dan jangan diam apabila melihat
22. Jangan diam bila di bullying, jangan melakukan bullying pada orang lain atau pikirkan sebelum bertindak.
23. Lebih paham bahwa tindakan yang sepele bisa berdampak berbahaya.
24. Tindakan bullying bisa menimbulkan hal yang fatal.
25. Kita tidak boleh menyakiti sesama kita.
26. Kita tidak boleh membullying orang.
27. Kita tidak boleh melakukan bullying dan stop bullying.
28. Dapat mengetahui tindakan-tindakan mana yang temasuk bullying dan akibat dari tindakan tersebut.
29. Stop bullying sangat bermanfaat, dan begitu anak-anak yang sering dibullyingi tidak merasa takut dan berani melawan bullying.
30. Kita harus waspada terhadap bullying, karena bullying bisa berakibat fatal bagi si korban.
31. Kita harus waspada apabila ada teman yang usil sama kita karena bullying bida mengakibatkan fatal kepada sikorban.


Tabel 11. Rencana tindakan siswa setelah mendengar kampanye tentang ”STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH”.
No Aspek yang diteliti Frekwensi Jumlah Persentase
pilihan sampel
Penelitian

1
i. Melaporkan kepada guru BK, Wali kelas, guru piket, orang tua, teman dll 72 80 90
2 j. Bersikap asertif 66 80 83
3 d. Melawan/membalas dengan perbuatan 64 80 80
4 h. Tampil percaya diri dan menghindarinya 52 80 65
5 c. Melawan/membalas dengan kata-kata 26 80 33
6 e. Tidak menanggapi/tidak menghiraukan perilaku bullying 25 80 31
7 g. Balas dendam dengan membully teman yang lain 10 80 13
8 k. Dan lain-lain 7 80 9
9 f. Balas dendam kepada orang yang membully 5 80 6
10 a. Diam saja/dipendam sendiri permasalahan tersebut 0 80 0
11 b. Pasrah 0 80 0


Melaporkan kepada guru BK, Wali kelas, guru piket, orang tua, teman dll adalah rencana tindakan siswa setelah mendengar kampanye tentang ”STOP BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH” yang dipilih oleh 90 % siswa, sedangkan 83 % siswa akan bersikap asertif jika ia menjadi korban bullying. Tidak ada siswa yang akan pasrah dan diam saja/dipendam sendiri permasalahan bullying yang akan dialaminya.

F. Perbaikan Model Akhir Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Setelah pelaksanaan uji kelayakan kemudian perbaikan model hipotetik selanjutnya uji coba pelaksanaan terbatas, maka dilakukan perbaikan model akhir pelayananan bimbingan dan konseling pengembangan model layanan konseling rational emotif dalam bentuk kampanye ”Stop Bullying di Lingkungan sekolah” . Sebab dari hasil angket penelitian yang dilakukan terlihat bahwa adanya ”pengaruh yang berarti antara perasaan dan pemahaman siswa yang menjadi korban bulllying terhadap tindakan yang akan dilakukannya jika ia kembali menjadi korban bullying”.
Hal ini tergambar pada pembahasan hasil penelitian diatas bahwa 91% siswa yang kesal (merasa tidak nayaman secara psikologis) karena menjadi korban bullying akan melaporkan perilaku bulllying tersebut kepada pihak yang berwenang menanganinya diantaranya guru pembimbing, wali kelas, orang tua dan pihak berwajib (90%).
Namun demikian perlu adanya perbaikan model akhir pelayanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan konseling rational emotif bagi siswa yang mengalami bullying cases diantara yaitu :
32. Pelaksanaan kampanye ”stop bullying” mesti dilakukan sebagai upaya memberikan pemahaman kepada siswa tentang bahaya bulllying (fungsi pemahaman), sehingga mendorong siswa untuk bersikap assertive dan mengambil tindakan yang benar jika siswa berada dalam kondisi bulllying. Hilman. H (2007:6) mengungkapkan bahwa ”tekanan dari lingkungan bisa datang kapan saja pada anak, dan dimana saja. Karena itu ajari ia untuk bersikap aserti; bahwa ia bisa menentukan apa yang disukai dan yang tidak melalui ucapan dan tindakan”. Pendapat tersebut didukung juga oleh Titi.P.N (2007:4) yang menegaskan bahwa ”Ajari anak mempertahankan diri. Salah satunya dengan bersikap asertif, jika ada yang meyakiti ia harus bisa teriak, mengatakan jangan dan lain lain. Tindakan membela diri bisa menjadi alternatif terakhir....membela diri kadang diperlukan saat anak terancam.” Kemampuan anak bersikap asertif mengindikasikan siswa mampu mengatasi irrational beliefnya (iB).
33. Setelah pelaksanaan kampanye ”stop bullying” hendaknya dilanjutkan dengan pelaksaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam bentuk individual atau kelompok dengan menerapkan teknik konseling rational emotif. Ellis (1973a) dalam G. Correy (1997:254) menyatakan ”bahwa orang-orang yang mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat sebaiknya menjalani terapi individual maupun kelompok.....pada terapi kelompok klien memperoleh kesempatan untuk mempraktekkan tingkah laku baru yang melibatkan pengambilan resiko dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan rumah. Dalam setting kelompok, para anggota juga memiliki kesempatan untuk menjalani latihan asertif, permainan peran dan berbagai kegiatan pengembilan resiko lainnya”.

G. Pengembangan Model Layanan Bimbingan Konseling dengan Pendekatan Konseling rational emotif bagi Siswa yang Mengalami Bullying Cases.

Adapun hasil pengembangan model layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan rational emotif bagi siswa yang menjadi korban bulllying adalah dengan menerapkan beberapa teknik konseling rational emotif dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa baik dalam bentuk individual atau kelompok.

Pelaksaan teknik-teknik emotif (Afektif) seperti :
 Latihan ”assertive adaptive” yaitu : teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan seperti keberanian menolak di bullyingi, tampil percaya diri, menghindari, melaporkan dan lain-lain. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien artinya klien harus melakukan hal tersebut jika nanti benar-benar mengalami kejadian tersebut. Latihan ini bisa digunakan dalam layanan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten
 Latihan bermain peran yaitu berupa teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) ketika di bullying teman melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu. Latihan ini bisa digunakan dalam layanan bimbingan kelompok serta layanan konten.
 Latihan Imitasi yaitu : teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu jika ia menjadi korban bullying dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif seperti pasrah dan diam saja ketika di bullyingi. Digunakan dalam layanan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten.
Melaksanakan Teknik-teknik Behavioristik seperti :
 Reinforcement yaitu : teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien saat di bullyingi dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya. Digunakan dalam layanan informasi, konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten
 Social modeling yaitu : teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial jika ia menjadi korban bullying yang telah disiapkan oleh konselor. Digunakan dalam layanan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten
Melaksanakan Teknik-teknik Kognitif seperti :
 Home work assigments yaitu : Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis saat ia menjadi korban bullying, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru tentang bulllying, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Dalam pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor harus dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor.
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor dalam mengatasi perilaku bulllying. Teknik ini bisa dgunakan dalam layanan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten, selain itu juga dapat dilakukan egiatan pendukung berupa tampilan kepustakaan mengenai perilaku bullying dan dampak yang ditimbulkannya. Tampilan kepustakaan tidak hanya berupa buku-buku tapi juga dapat berupa tayangan media elektronik atau vcd tentang perilaku bullying.
 Latihan assertive yaitu : teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, terutama saat ia menjadi korban bullying.
(b) Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain saat ia menjadi korban bullying.
(c) Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri saat ia menjadi korban bullying.
(d) Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri saat ia menjadi korban bullying.
Latihan asssetif bisa digunakan dalam layanan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok serta layanan konten


BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Model konseling rational emotif dapat dikembangkan di sekolah dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa yang menjadi korban bulllying. Dengan cara kampanye ”Stop Bullying di Lingkungan Sekolah” dan ditindak lanjuti dengan pelaksanaan layanan bimbingan konseling yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

B. Saran dan Rekomendasi
1. Bagi siswa yang menjadi korban bulllying hendaknya dapat bersikap asertiv dalam menghadapi masalah bulllying, jangan diam saja tapi berbuatlah .
2. Bagi guru pembimbing dapat menjadikan hasil pengembangan model konseling rational emotif ini dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa yang menjadi korban bulllying.
3. Bagi pihak sekolah hendaknya bekerja sama dengan semua pihak yang berwenang untuk menjadikan sekolah sebagai area stop bullying dan dapat menindak lanjutinya jika ada permasalahan yang memerlukan pihak berwenang.
4. Bagi para peneliti dapat meneliti masalah ini dalam populasi yang lebih luas dan variabel yang lebih mendalam.


DAFTAR PUSTAKA

BSNP, (2006) Panduan Pengembangan Diri.Jakarta
Corey, Gerald. (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:Refika Aditama.

Hilmansyah, Hilman (2007). Siapa Berpotensi Jadi Korban. Milis Nakita, Mon,04 Jun 2007,page 4. Tersedia; Http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg (28/10/2008)

http://Akhmadsudrajat.wordpress.com

http://www.bulllying.org/external/documents/bulllying_Information.pdf”Bulllying Information for young people-Bullying.org (pdf).

http://netscaffold.bulllying.org/external/documents/making_a_Difference_in_Bulllying.pdf” Making a Difference in Bulllying-Bullying.org (pdf).

Iskandar, (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta:Gaung Persada press.

Kurniati, Neneng (2007). Makalah Pencegahan Bullying Pada Siswa dengan Layanan Bimbingam dan Konseling.. Riau : Yayasan Pendidikan Cendana. PT.CPI Pekanbaru Riau.

Media Indonesia. No. 9756/TH. XXXVIII/Kamis 27 September 2007

Natalia, T.P (2007). Orang tua. Milis Nakita, Mon,04 Jun 2007,page 3. Tersedia; Http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg (28/10/2008)

Nakita. No. 424/TH.IX/19 Mei 2007

Nurihsan, A.J dan Sudianto, A. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta : Grasindo

Riauskina, I.I., Djuwita, R. Dan Soesetio, S.R. (2005). “ Gencet-gencetan “ dimata siswa/siswi Kelas 1 SMA:Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan dampak “gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01),1-13. Tersedia; http://popsy.wordpress.com/2007/04/26.

Sugiharto, DYP (2008). Pendekatan Konseling Rational Emotif (Januari 23,2008),(makalah).

Tohirin. (2005). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta:Raja Grafindo Persada


Workshop Mengenai Kupas Tuntas Bullying.(2008). Sebuah Harapan Untuk lebih Baik.Page1,Sabtu23Agustus. Tersedia Http://www.rumahsakitjiwabandung.blogspot.com/2008/08/workshop-mengenai-kupas-tuntas-bulllying.


Yusuf, A Muri (2005). Metodologi Penelitian. Padang:UNP Press



LAPORAN
HASIL PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN KONSELING


Pengembangan Model Layanan Konseling dengan Pendekatan Konseling Rasional Emotif bagi Siswa yang menjadi korban Bullying di SMP N 5 Pekanbaru

Musyawarah Guru Pembimbing SMP Kota Pekanbaru
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Pekanbaru , Riau
2008




Pedoman Wawancara

Identitas Responden :
Pendidikan / kelas :
Hari / Tgl wawancara :
Tempat :


1.Apakah anda mengenal istilah bullying ?
a) Ya
b) Tidak

2.Jika anda sudah mengenal apakah informasinya di peroleh dari guru pembimbing?

a) Ya
b) Tidak

3.Jika jawaban anda tidak,di mana pertama kali di peroleh informasi,apakah dari surat kabar?
a) Ya
b) Tidak

4.Setelah anda mengetahui arti bullying,apakah anda setuju dengan kampanye stop bullying?
a) Ya
b) Tidak

5. apakah bentuk bullying bersifat kekerasan fisik,yang anda lihat ( misalnya ada anak yamg di pukul teman lain ) ?
a) Ya
b) Tidak


6.Apakah anda juga pernah melihat bullying,bersifat Verbal langsung?
a) Ya
b) Tidak

7.Apakah bullying Verbal itu sering terjadi di sekitar mu?

a) Ya
b) Tidak

8.Jika jawaban anda ya,apa usaha yang pernah anda lakukan,yaitu melarang?

a) Ya
b) Tidak
9.Apakah disekolah anda terdapat tradisi,senior harus di hormati?
a) Ya
b) Tidak

10.Apakah pendapat anda untuk mengurangi / pencegahan pada bullying di sekolah ?...................................



Terima kasih

Tidak ada komentar: